Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan

Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan - Hallo sahabat Manfaat Obat, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan
link : Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan

Baca juga


Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan

‎Desa Sambong terletak di antara sebelah barat berbatasan dengan Purbalingga, sebelah utara berbatasan dengan Desa Kecepit, sebelah timur berbatasan dengan Desa Tribuana, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Badamita
Desa Sambong terdiri atas 5 dusun
Dusun Sigering.
Terdiri dari 7. Dukuh, yaitu dukuh Rt 1.2.3.4.5.6 dan 7
Dusun Karang jati
Terdiri dari 5.. Dukuh, yaitu dukuh 1,2,3,4,dan 5
Dusun Wanatangi
Terdiri dari 5 Dukuh, yaitu dukuh 1,2,3,4 dan 5
Dusun Poncol
Terdiri dari 4 Dukuh, yaitu dukuh 1,2,3 dan 4
Dusun Gemilang
Terdiri dari 5 Dukuh, yaitu dukuh 1,2,3,4 dan 5
Potensi Desa
Potensi Sumber Daya Alam
Desa Sambong merupakan daerah yang selain sebagian agraria juga merupakan daerah hujan tropis. Selain itu desa Sambong juga memiliki potensi sumber daya alam yang antara lain menghasilkan :
Hasil pertanian : padi jagung ketela
Hasil perkebunan : Kelapa Pisang Petai jengkol,lada
Hasil perhutani : Albasia,Batu pecah
Potensi Usaha Pengembangan Usaha Kecil
Di samping Sumber Daya Alam, Desa Sambong juga memiliki potensi di bidang usaha kecil dan menengah berupa :
-pabrik tapioca
Letak Geografis Desa
Desa Sambong merupakan salah satu desa di Kecamatan Punggelan dengan luas wilayah 596 Ha, yang terbagi menjadi 5 dusun dan 5 RW yaitu :‎
Dusun I
Sigering
Dusun II.
Karang Jati
Dusun III
Wana Tangi
Dusun IV.
Poncol
Dusun V
Gemilang
Adapun batas-batas wilayah desa Sambong adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Kecepit
Sebelah Selatan : Desa Badamita
Sebelah Barat : Desa Timbang
Sebelah Timur : Desa Tribuana
Permasalahan Desa‎
Desa Sambong. yang mayoritas penduduknya petani, pada umumnya berpenghasilan kecil. Ada juga sebagian kecil yang berkecimpung di bidang industri kecil. Kebanyakan dari mereka usahanya kembang kempis karena kurangnya faktor modal dan minimnya faktor pemasaran. Oleh karena itu desa Sambong sangat membutuhkan bantuan berupa penambahan modal peningkatan di sektor pemasaran.
Kependudukan
Jumlah Penduduk
Perincian jumlah penduduk desa Sambong adalah sebagai berikut :
Jumlah Kepala Keluarga : 1208 KK
Jumlah penduduk : 4637 Jiwa
Jumlah penduduk laki-laki : 2039 Jiwa
Jumlah penduduk perempuan : 2328 Jiwa

Asal Usul Desa Sambong

Di Balai Agung Kerajaan Mataram ada Pisoanan Agung (pertemuan) Sang Raja mengumpulkan semua pembesar istana, termasuk para Hulu Balang, Sang Raja memberi tugas kepada Hulu Balang asal Negeri China, yang bergelar Raden Sam Hoong, untuk ikut berperang menghadapi tentara penjajah Belanda yang berada di Batavia (Jakarta).
Singkat cerita bersama pasukan Mataram, Raden Sam Hoong berhasil memukul mundur tentara Belanda dari Batavia. Usai menjalankan tugasnya, Sang Raden Sam Hoong tidak langsung kembali ke kerajaan tetepi beliau mengembara untuk menyebarkan dan berdakwah agama Islam dan Beliau singgah di suatu tempat yang masih asing.
Di tempat tersebut Raden Sam Hoong bertemu dan berguru dengan seorang guru yang bernama Ki Ageng Kemuning yang telah memiliki seorang murid bernama Mbah Brontok. Seiring perjalanan waktu Ki Ageng Kemuning kemudian mendirikan padepokan dan memiliki lima orang murid yaitu : 1. Mbah Brontok, 2. Raden Sam Hoong, 3. Raden Nambangan, 4. Raden Aji, 5. Nyai Pandan Sari.
Mereka hidup rukun dipadepokan tersebut, sambil berdakwah untuk menyebarkan Agama Islam, hari demi hari dilalui Raden Sam Hoong berkembang menjadi sosok yang menonjol dan lebih disegani serta dihormati, karena kebaikan dan kejujurannya, sehingga timbul rasa iri di hati rekan seperguruannya terutama Mbah Brontok.
Semakin hari semakin besar dan berkobar rasa iri di hati Mbah Brontok, yang pada puncaknya Mbah Brontok menantang Raden Sam Hoong untuk beradu ayam di sebuah tempat di tepian sungai. Ayam aduan Mbah Brontok dapat di kalahkan oleh ayam Raden Sam Hoong. Untuk menandingi ayam aduan Raden Sam Hoong, Mbah Brontok melakukan tindakan yang kurang terpuji, namun tindakan tersebut diketahui oleh Raden Sam Hoong sehingga Beliau memasang di salah satu kaki ayamnya dengan Bambu Wulung. Konon kalau di desa ini ada ayam jantan (jago) pada kakinya ada perbedaan warna maka itu milik Raden Sam Hoong. Setelah selesai mengadu ayam jago tersebut Raden Sam Hoong memandikannya di sungai, dan sungai tersebut airnya menjadi kotor sehingga disebut kali SUMEK yang artinya Jemek/kotor.
Kekalahan dalam beradu ayam membuat Mbah Brontok semakin merasa dengki, Mbah Brontok merencanakan sesuatu untuk dapat mengalahkan Raden Sam Hoong, dan hal tersebut diketahui oleh rekan seperguruan yang lain yaitu Raden Aji. Pada suatu hari Mbah Brontok menantang Raden Sam Hoong untuk perang tanding adu ilmu kadidayan, dengan kerendahan hati Sang Pangeran menolak tidak mau terlibat lebih jauh lagi yang mengakibatkan pertengkaran. Melihat Raden Sam Hoong tidak mau meladeni tantangannya Mbah Brontok mengeluarkan kata-kata yang menghina dan merendahkan, Raden Sam Hoong tetap pada pendiriannya tidak terpancing oleh ulah kakak seperguruannya itu. Lain halnya dengan Raden Aji yang sudah mengetahui lebih dulu kedengkian yang ada pada Mbah Brontok. Raden Aji merasa tidak suka dengan kelakuan saudara tertua seperguruanya, maka Raden Aji pada kesempatan lain meladeni keinginan Mbah Brontok menggantikan Raden Sam Hoong untuk perang tanding adu kesaktian.
Pertikaian satu perguruan pun di mulai, adu tanding ilmu dan pusaka pun terjadi di sebuah tempat dekat sungai/kali Sumek antara Raden Aji dan Mbah Brontok, mereka saling berhadapan sambil menghunus senjata mengerahkan segenap ilmu dan kemampuan, saling melukai dan menumpahkan darah, darah mereka yang mengalir disana sini atau orang jawa bilang Banjaran, yang kemudian daerah tersebut sekarang di sebut BANJARMANGU yang artinya darah bercucuran membuat orang mangu-mangu/keheranan (karena saudara bermusuhan sampai menumpahkan darah).
Mereka sama-sama roboh dan pingsan, karena keduanya sama-sama pingsan maka mereka butuh pertolongan (butuh pitulung) dan sesaat kemudian datanglah orang dan memberikan pertolongan, sementara tempat orang yang datang memberikan pertolongan sekarang di sebut KEBUTUH. Orang yang menolong hendak membawanya ke padepokan untuk dirawat serta diberi pertolongan namun belum sampai kepadepokan di tengah alas/hutan kecil Raden Aji dan Mbah Brontok tersadar/terbangun (Tangi) maka daerah ini disebut WANATANGI. Kemudian mereka terus dibawa ke timur menuju padepokan namun di tengah Hutan Jati mereka kembali bertikai tidak mau dibawa kepadepokan karena takut ketahuan gurunya Ki Ageng Kemuning serta melanjutkan adu kesaktian lagi, tempat tersebut hingga kini dinamakan KARANG JATI.
Adu kesaktian terus berlanjut saling kejar, Raden Aji yang bertubuh kecil serta pendek mengamuk seperti Banteng sehingga dijuluki Ki Banteng Kunthet, sementara mbah Brontok yang bertubuh pendek, dengan perut buncit, berkulit hitam mengamuk seperti denawa (setan) orang-orang menjulukinya Denawa. Mereka terus berlari ke utara menjauhi padepokan di tempat yang kini di namakan PLAKARAN mereka bertempur habis-habisan sampai berguling-guling dan sudah tak beraturan lagi (plakaran). Karena daerahnya miring mereka berguling ke bawah dan sampai di situ Raden Aji menyeberangi sungai berlari jauh ke timur di atas bukit. Dari atas bukit Raden Aji melemparkan senjatanya dan mengenai tubuh Mbah Brontok, senjata Raden Aji yang beradu dengan tubuh Mbah Brontok terdengar suara yang sangat keras “cliuuung…….” karena kerasnya kulit Mbah Brontok tersebut, dan tempat tersebut dinamakan CILIWUNG. Dari tempat Raden Aji melempar yang sangat jauh dan terlihat asal-asalan (seperti tidak sengaja) maka tempat Raden Aji melemparkan senjatanya disebut KATIMAHA yang artinya tidak sengaja. Mbah Brontok tidak menyerah dia menyeberangi sungai dan berusaha mengejar Raden Aji dan luka pada tubuh Mbah Brontok, saat itu terlihat berada di kembungan bagian perut dan daerah tersebut kini di sebut SIKEMBU, Mbah Brontok sadar kalau kembunganya (perut) terluka parah urung mengejar Raden Aji dan berjalan ke selatan menuju padepokan. Raden Aji mulai panik dengan kejadian tersebut ikut berlari ke arah selatan bermaksud untuk mencegah kakak seperguruannya sampai ke padepokan. Di lain pihak karena lukanya Mbah Brontok roboh terlebih dahulu tidak sampai padepokan tepat ditengah-tengah batu (Ngelaprit ning watu) sehingga daerah tersebut disebut GLAMPRIT. Dan saat itu pula tempat dimana Raden Aji berdiri dinamakan SIGERING karena Raden Aji yang bertubuh kurus dapat mengalahkan kakak seperguruannya yang berbadan gemuk.
Atas kejadian itu kemudian Raden Aji sangat menyesali perbuatanya kemudian Raden Aji membawa tubuh kakak seperguruannya kearah utara menjauhi padepokan agar kejadian ini tidak diketahui gurunya. Dia terus ke utara dan beristirahat di suatu tempat. Ditempat itu Raden Aji mengambil daun-daun dan dikumpulkan untuk dibuat alas meletakkan tubuh Mbah Brontok sebagai kasur maka tempat tersebut di sebut SIKASUR dalam keadaan kebingung Raden Aji masih berusaha mengangkat jasadnya ke arah timur dengan cara di bopong (diangkat dengan kedua tangan bertumpu pada perutnya) mondar-mandir akhirnya di kembalikan ke tempat semula, tempat untuk mondar-mandir disebut BOPONG dan JAHA (untuk mengenang kejahatannya).
Kemudian Sang Raden Aji/Ki Banteng Kunthet berjalan ke arah barat dan duduk di bawah pohon untuk merenungi perbuatan dan kekhilafannya tempat tersebut disebut SIPOH lalu kembali berjalan ke arah utara ternyata buntu dan terpencil (jawa=pencil) maka daerah tersebut disebut PENCIL kemudian kembali lagi ke selatan di tengah perjalan dia bertemu dengan Raden Nambangan yang memang di perintahkan Ki Ageng Kemuning yang telah mendengar berita pertikaian kedua bersaudara itu untuk mencari kedua muridnya yang bertikai dan disuruh menengahi, tempat ini di sebut KARANG TENGAH. Raden Nambangan berusaha untuk menasehati saudara seperguruannya untuk kembali ke padepokan tapi Ia menolak memilih untuk bertapa di atas batu besar di tengah sungai sampai di makan semut maka oleh penduduk tersebut batu itu di sebut Batu Semut atas kebingunganya tempat ini disebut BANDUNGAN dan (disini tempat semayam Raden Nambangan). Kemudian Raden Nambangan kembali ke padepokan dan melaporkan semua kejadian yang telah terjadi.
Sementara di perguruan Ki Ageng Kemuning sedang diadakan pertemuan antara Ki Ageng Kemuning Raden Sam Hoong, Raden Nambangan, Nyai Pandan sari atas kejadian (Perkelahian antara Mbah Brontok dan Raden Aji) dari pertemuan ini memaknai kejadian tersebut aksara Jawa Yaitu HA NA CA RA KA DA TA SA WA LA PA DA JA YA NYA MA GA BA THA NGA (Sejarah babad tanah jawa) yang artinya ada dua orang yang saling beradu kesaktian pada akhirnya sama-sama menjadi bathang/Bangkai.
Pertemuan tersebut pun di hentikan ketika datang waktu Shalat Ashar tiba mereka semua melakukan Ibadah. Setelah selesai shalat masih menghadap kiblat (barat laut) Raden Sam Hoong melihat seberkas cahaya yang gemilang maka Ki Ageng Kemuning menugaskan kepada Raden Sam Hoong untuk mencari tau cahaya tersebut. sementara Raden Nambangan di suruh Menyusul saudara seperguruanya yaitu Raden Aji.
Setelah mereka semua mendapatkan tugas masing-masing dari Ki Ageng Kemuning maka Nyai Pandan Sari pun mengadu tentang perasaanya selama ini terpendam yang kebingungan karena menyukai 2 orang yaitu Raden Sam Hoong dan Raden Penambangan maka Ki Ageng memberinya saran ”yen ngono kumbahno beras ano ing kali kae” cucilah beras di sungai sebelah sana, kemudian kamu ikuti air cucian beras tersebut.
Tanpa berpikir panjang Nyai Pandan Sari pun beranjak dan melakukan perintah sang guru mencuci beras di sungai. Sungai ini disebut Kali yen dan mengikuti aliran sungai yang berwarna putih tersebut dan berhenti di bawah pohon Randu yang bentuknya seperti gunting (pertemuan antara kali sumek dan kali yen) pun mirip gunting Maka tempat ini disebut GUNTING dan hiduplah Nyai Pandan Sari bersama keturunannya di sana.
Sementara Raden Nambangan yang menyusul Raden Aji yang sedang bertapa dibatu semut di dapatinya sudah tidak ada maka sungai ini di beri nama Sungai Nambangan beliau pun berdiam disana (ada sebuah makam yang sering disebut penduduk setempat makam Raden Nambangan terletak di sebelah sungai Nambangan.
Dalam perjalan menjalankan perintah gurunya Raden Sam Hoong bertemu dengan Adiknya yang telah membela dirinya. tempat munculnya Raden Aji Disebut PONCOL, tentu mereka sangat senang bertemu dan melepaskan kerinduan/kangen maka tempat tersebut disebut SIDAKANGEN kemudian mereka berpisah untuk menjalani suratan takdir yang telah di gariskan oleh Allah SWT.
Raden Sam Hoong ke arah Barat sementara Raden Aji berlari ke arah utara sekencang mungkin karena Rasa gembira bertemu dengan Raden Sam Hoong dan Rasa bersalah telah Membunuh Saudaranya (Mbah Brontok) menginjak menerjang seperti Banteng. tempat ini disebut siteki artinya yang kecil tubuh kecil Ki Banteng Kunthet yang berlari ke arah utara tempat ini disebut GELANTENG, menendang-nendang kesana kemari maka tempat ini disebut DANDANG serta mangu-mangu/kebingungan tempat ini disebut Mangu yang pada akhirnya masuk ke sebuah kandang tempat ini disebut (KANDANG SERANG, DANAKERTA) konon di sana Ada sebuah Makam Ki Banteng Kunthet (Raden Aji) yang di dekat makam ada pohon aren tumbuh tanpa daun pada jaman dahulu kala.
Raden Sam Hoong sendiri dalam perjalananya merasa kecapaian dan duduk di bawah pohon kelapa serta meletakan kopyahnya mengankat salah satu kakinya (red jawa jegang) maka tempat ini di sebut Jegang setelah selesai beristirahat kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat di dapatinya semak pembatas jarak cahaya gemilang yang beliau cari maka tempat ini disebut SASAK, ternyata cahaya tersebut tak jauh dari pohon petai maka di namainya dusun tersebut GEMILANG dan sebelahnya Si Petai/GUPIT, sambil melihat dan menamai serta tersenyum sendiri melihat cahaya tersebut maka disebelahnya disebut KELESEM. Dengan Penuh Kedamain serta ketenangan dengan segala amal kebaikanya beristirahatlah Beliau di sini maka di sasak terletak sebuah makam Yaitu makam Raden Sam Hoong atau Mbah Sambong yang terletak di sebelah Barat kali sumek. (Raden Sam Hoong, tertulius dalam prasasti (punden) Sambong pada punden tahun 1886)
Konon letak padepokan Ki Ageng Kemuning berdekatan dengan pohon duren (durian) di belakang padepokan ada sebuah sungai, kemudian oleh Ki Ageng letak Padepokan tersebut disebut SAMBONG letak pohon duren disebut DUREN sementara sungai di belakang padepokan disebut kali Sigar Pandan

Catatan temuan baru 
Nama ayam jago Raden samhoong LIRING GALIH
Dalam perejalanan sebeum bertemu raden Aji pernah melakukan sholat di masjid karang jati 
Meletakan bakyajk/sandal di samping surau dan sekarang di kasih petilasan.
Pusaka yang mengenai Mbah brontok berupa tombak milik Raden Aji. Kemudian di serahkan ke raden Sam hoong karena dia tidak dapat menguasainya.‎


Demikianlah Artikel Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan

Sekianlah artikel Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sejarah Desa Sambong Kec Punggelan dengan alamat link https://manfaatobatini.blogspot.com/2017/03/sejarah-desa-sambong-kec-punggelan.html

Subscribe to receive free email updates: