Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???

Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan??? - Hallo sahabat Manfaat Obat, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???
link : Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???

Baca juga


Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???

Termasuk musibah besar yang menimpa kaum muslimin, adalah tersebarnya hadist-hadist yang dhaif bahkan maudhu (palsu) di kalangan mereka. Hal ini tidak terkecuali, sampai-sampai diantara para ulama’ mereka, kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, diantara imam-imam hadist dan para kritikus hadist, seperti Al-Bukhari, Ahmad, Ibnu Ma’in, Abu Haatim, Ar-Raazy dan lalinnya.

Hadist-hadist tersebut tersebar dalam berbagai perkara, baik dalam perkara aqidah ataupun syari’at. Akan tetapi dengan kekuasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hikmah-Nya, Dia tidak membiarkan hadist-hadits itu beredar di kalangan umat dengan tanpa kritik dari orang-orang yang membukkan kedoknya dan menerangkannya kepada manusia. Mereka itulah imam-imam ahli hadist yang mulia, pembawa panji-panji sunnah nabawiyah, yang didoakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan sabdanya:

نَضَّرَ اللهُ اَمْرَأ سَمِعَ مَقَالَتِى فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبِلَّغَهَا فَرُّبَّ حَامِلِ فَقْهِ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ

Mudah-mudahan Allah membaguskan wajah sesorang yang telah mendengar ucapanku, kemudian memahaminya, menjaganya (menghafalkannya) dan menyampaikanya. Alangkah banyaknya pembawa ilmu (membawa) kepada orang yang lebih berilmu darinya.

Tak diragukan lagi, udhiyah adalah ibadah pada Allah dan pendekatan diri pada-Nya, juga dalam rangka mengikuti ajaran Nabi kita Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kaum muslimin sesudah beliau pun melestarikan ibadah mulia ini. Tidak ragu lagi ibadah ini adalah bagian dari syari’at Islam. Hukumnya adalah sunnah muakkad (yang amat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Ada beberapa hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaannya, namun tidak ada satu pun yang shahih. Ibnul ‘Arobi dalam ‘Aridhotil Ahwadzi (6: 288) berkata, “Tidak ada hadits shahih yang menerangkan keutamaan udhiyah. Segelintir orang meriwayatkan beberapa hadits yang ajiib (yang menakjubkan), namun tidak shahih.”
Sejumlah hadits dho’if yang membicarakan keutamaan udhiyah,

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلاَفِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا »

Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah pada hari nahr manusia beramal suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah dari hewan qurban. Ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, rambut hewan qurban tersebut. Dan sungguh, darah tersebut akan sampai kepada (ridha) Allah sebelum tetesan darah tersebut jatuh ke bumi, maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban.” (HR. Ibnu Majah no. 3126 dan Tirmidiz no. 1493).

عَنْ أَبِى دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِىُّ قَالَ « سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ». قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ ». قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوفِ حَسَنَةٌ ».

Dari Abu Daud dari Zaid bin Arqam dia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah maksud dari hewan-hewan kurban seperti ini?” beliau bersabda: “Ini merupakan sunnah (ajaran) bapak kalian, Ibrahim.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang akan kami dapatkan dengannya?” beliau menjawab: “Setiap rambut terdapat kebaikan.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan bulu-bulunya wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Dari setiap rambut pada bulu-bulunya terdapat suatu kebaikan.” (HR. Ibnu Majah no. 3127).

Ibadah qurban adalah ibadah yang istimewa. Ibadah yang hendaknya seorang Muslim bersemangat untuk melakukannya. 

Dan menjelang tibanya hari raya 'Īdul Adha, maka kita jumpai di sebagian pinggir-pinggir jalan ada spanduk-spanduk yang menyampaikan pesan bahwasanya: 

"Hewan qurban kita adalah tunggangan kita menuju surga Allāh Subhānahu wa Ta'āla." 

Namun, satu hal yang patut untuk diperhatikan adalah bahwasanya menegaskan sesuatu itu akan terjadi pada Hari Kiamat adalah bagian dari masalah 'aqidah. 

Bahwasanya: 

"Oh, nanti pada hari kiamat ketika kita melewati shirāth, kita akan menunggang/menaiki hewan qurban yang biasa kita sembelih di dunia." 

"Ketika kita qurban sapi maka kita akan naik sapi." 

"Jika kita qurban kambing maka kita akan naik kambing." 

Tentu ini adalah berkaitan dengan masalah 'aqidah dan keyakinan, tentang apa yang akan terjadi pada Hari Kiamat nanti. 

Dan seorang Muslim wajib membangun 'aqidahnya dengan dasar Al Qurān dan Sunnah Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang shahīh. 

Adapun hadits yang lemah (dha'īf) apalagi dha'īf sekali atau bahkan palsu, tentu tidak diperkenankan untuk menjadi sumber dan landasan keyakinan. 

Maka satu hal yang patut untuk kita ketahui dan pahami bahwasanya hadits yang menjadi landasan motivasi yang diberikan oleh sebagian orang bahwasanya "hewan qurban adalah tunggangan kita menuju surga Subhānahu wa Ta'āla" adalah hadits yang dha'īf atau bahkan dha'īf sekali.

Dikeluarkan oleh Abdul Karim Ar Rafi’i Asy Syafi’i dalam kitab At Tadwin fii Akhbari Qazwiin (1134),

حد ثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ الْمَرْزُبَانُ بِقَزْوِينَ ،حد ثَنَا أَحْمَد بْنُ الْخَضِرِ الْمَرْزِيُّ حدثنا  عَبْدُ الْحَمِيدِ بْنُ إبراهيم الْبُوشَنْجِيُّ ، حد ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ ، حد ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ ، حد ثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْيدِ اللَّهِ ، عَنْ أَبِيهِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ ، فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ

“Abu Muhammad Abdullah Al Marzuban di Qazwin menuturkan kepadaku, Ahmad bin Al Hadr Al Marziy menuturkan kepadaku, Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji menuturkan kepadaku, Muhammad bin Bakr menuturkan kepadaku, Abdullah bin Al Mubarak menuturkan kepadaku, Yahya bin ‘Ubaidillah menuturkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‘Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath‘”

juga dikeluarkan oleh Al Dailami dalam Musnad Al Firdaus (268).
Derajat hadits
Riwayat ini sangat lemah, karena adanya beberapa perawi yang lemah:

Abdul Hamid bin Ibrahim Al Busyanji, dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim: “ia tidak kuat hafalannya dan tidak memiliki kitab”. An Nasa’i mengatakan: “ia tidak tsiqah”. Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan: “ia shaduq, namun kitab-kitabnya hilang sehingga hafalannya menjadi buruk”. Maka Abdul Hamid bin Ibrahim bisa diambil periwayatannya jika ada mutaba’ah.
Yahya bin ‘Ubaidillah Al Qurasyi, dikatakan oleh Imam Ahmad: “munkarul hadits, ia tidak tsiqah”. An Nasa’i berkata: “matrukul hadits”. Ibnu Abi Hatim mengatakan: “dha’iful hadits, munkarul hadits, jangan menyibukkan diri dengannya”. Ibnu Hajar mengatakan: “Yahya sangat lemah”. Adz Dzahabi berkata: “para ulama menganggapnya lemah”. Sehingga Yahya bin ‘Ubaidillah ini sangat lemah atau bahkan matruk.
‘Ubaidillah bin Abdillah At Taimi, Abu Hatim berkata: “ia shalih”. Al Hakim mengatakan: “shaduq”. Imam Ahmad mengatakan: “ia tidak dikenal, dan memiliki banyak hadits munkar”. Asy Syafi’i berkata: “kami tidak mengenalnya”. Ibnu ‘Adi berkata: “hasanul hadits, haditsnya ditulis”. Ibnu Hajar berkata: “maqbul“, dan ini yang tepat insya Allah. Maka ‘Ubaidillah ini hasan hadist-nya jika ada mutaba’ah.
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits ini sangat lemah. Sebagaimana dikatakan oleh para ulama seperti Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Talkhis Al Habir (2364), As Sakhawi dalam ‎Maqasidul Hasanah (114), Al Munawi dalam Faidhul Qadir (1/496), As Suyuthi dalam Jami’ Ash Shaghir (992), Az Zarqani dalam Mukhtashar Al Maqashidil Hasanah (96), Al Ajluni dalam ‎Kasyful Khafa (1/133), ‎serta para ulama yang lain.

Memang terdapat lafadz lain,

عظِّموا ضحاياكم ، فإنها على الصراطِ مطاياكم

“Perbesarlah hewan qurban kalian, karena dia akan menjadi tunggangan kalian melewati shirath”

Namun Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani setelah membawakan hadits ini beliau berkata,

لَمْ أَرَهُ، وَسَبَقَهُ إلَيْهِ فِي الْوَسِيطِ، وَسَبَقَهُمَا فِي النِّهَايَةِ، وَقَالَ مَعْنَاهُ: إنَّهَا تَكُونُ مَرَاكِبَ الْمُضَحِّينَ، وَقِيلَ: إنَّهَا تُسَهِّلُ الْجَوَازَ عَلَى الصِّرَاطِ، قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ: هَذَا الْحَدِيثُ غَيْرُ مَعْرُوفٍ وَلَا ثَابِتٌ فِيمَا عَلِمْنَاهُ

“aku tidak pernah melihat (sanad) nya. Hadits ini ada di Al Wasith (karya Al Ghazali) dan kedua hadits tersebut ada di An Nihayah (karya Al Juwaini). Mereka mengatakan tentang maknanya: ‘bahwa hewan kurban akan menjadi tunggangan bagi orang yang berkurban‘. Juga ada yang mengatakan maknanya, ia akan memudahkan orang yang berkurban untuk melewati shirath. Ibnu Shalah berkata: ‘hadits ini tidak dikenal, dan sepengetahuan saya tidaklah shahih'” (Talkhis Al Habir, 2364).

Ibnu Mulaqqin berkata,

لا يحضرني من خرجه بعد البحث الشديد عنه

“tidak aku dapatkan siapa yang mengeluarkan hadits ini walaupun sudah aku cari dengan sangat gigih” (Badrul Munir, 9/273).

Kemudian Ibn ‘Arabi mengatakan;
لَيْسَ فِي فَضْلِ الْأُضْحِيَّةِ حَدِيثٌ صَحِيحٌ، ومنها قوله: “إنها مطايكم إلَى الْجَنَّةِ”

Dalam keutamaan udhiyyah, tidak ada padanya hadits yang sahih, dan diantaranya adalah “ ia itu tunggangan kalian menuju surga”.
Adapun riwayat dalam Musnad al-Firdaus dari Abu Hurairah:
إسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ؛ فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ
“Perbaguslah hewan qurban kalian, karena dia adalah tunggangan kalian di atas shirath
Dalam sanadnya ada Yahya, ia itu sangat lemah.
b)  Apa yang dikatakan dan dikutip oleh Ibn Hajar juga dikutip oleh al-Skahawi ‎
c)  dan begitu juga dalam Kasyf al-Khufa
d)  Ibn al-Mulqin tentang hadits:
عَن رَسُول الله – صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم – أَنه قَالَ: «عظموا أضحياكم فَإِنَّهَا عَلَى الصِّرَاط مَطَايَاكُمْ
Dia mengatakan:‎
هَذَا الحَدِيث لَا يحضرني من خرَّجه بعد الْبَحْث الشَّديد عَنه
Hadits ini setelah aku menelitinya dengan penelitian yang sangat serius, orang yang mengeluarkan haditsnya tidak dapat menghadirkan padaku siapa yang meriwayatkannya.
Kemudian setelah itu ia mengutip pendapat Ibn al-Shalah dan Ibn al-‘Arabi.

e)  Al-Suyuti tentang hadits:
إسْتَفْرِهُوا ضَحَايَاكُمْ؛ فَإِنَّهَا مَطَايَاكُمْ عَلَى الصِّرَاطِ
Ia mengatakan: al-‘Azluni mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh al-Dailami dari Abu Hurairah dengan sanad lemah sekali. Hadits ini adalah hadits palsu sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafidz Ahmad al-Ghamari dalam al-Mughir.

Hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan menjadi tunggangan melewati shirath tidak shahih, bahkan sangat lemah. Ibnul ‘Arabi dalam Syarah Sunan At Tirmidzi mengatakan:

ليس في الأضحية حديث صحيح

“tidak ada hadits yang shahih mengenai keutamaan hewan qurban” (dinukil dari Kasyful Khafa, 1/133).

Maka keyakinan tersebut tidaklah didasari landasan yang shahih sehingga tidaklah dibenarkan.

Maka kesimpulan secara global yang disampaikan oleh salah satu ulama pakar hadits, Ibnul 'Arabiy Al Māliki rahimahullāh Ta'āla, setelah beliau mendata, mengkaji dan meneliti hadits-hadits tentang keutamaan berqurban, maka beliau membuat kesimpulan: 

"Bahwasanya tidak dijumpai hadits yang sahih tentang keutamaan hewan qurban, baik hadits yang menyatakan bahwa hewan qurban akan jadi tunggangan atau hewan qurban itu setiap bulunya adalah satu hasanah (satu ganjaran) ataupun hadits-hadits yang lainnya." 

Kata beliau seluruhnya adalah hadits-hadits yang bermasalah, tidak valid, dan tidak benar (jika dikatakan) berasal dari Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam. 

Dan catatan yang lain yang penting berkaitan dengan masalah hewan qurban adalah, 

"Tunggangan dan kendaraan shāhibul qurban yang dibanyak tempat diilustrasikan dengan kursi yang bentuknya demikian di atas punggung hewan qurban." 

Maka ilustrasi semacam ini adalah satu hal yang cukup bermasalah. 

Karena, seandainya hadits tersebut shahih, hanya menjelasakan bahwa itu adalah hewan qurban tunggangan shāhibul qurban. 

Sedangkan bagaimanakah dia menunggang dan bagaimana menaiki hewan qurbannya? 

Tidak ada penjelasan yang detail tentang hal ini, apakah ada kursi di atasnya atau hanya duduk di atas hewan qurban tersebut, tidak ada penjelasan detail tentang hal ini. 

Maka seandainya hadits tentang masalah ini adalah hadits yang shahih dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memastikan bahwasanya ilustrasi (gambaran) nya adalah kursi empuk di atas pungung hewan qurban adalah satu hal yang bermasalah. 

Karena itu adalah diantara bentuk "rājman bil ghaīb" (menebak-nebak perkara hal yang ghaīb). 

Dan memastikan suatu hal yang ghaīb berdasarkan prasangka dan praduga. 

Padahal tentu tidaklah benar mendasari keyakinan dengan dasar prasangkan & praduga dengan perasaan & logika. 

Karena itu, sekali lagi, seandainya hadits ini adalah hadits yang shahih dan padahal tidak sahih, maka mengilustrasikan kalau hewan qurban itu akan jadi tunggangan dalam bentuk demikian dan demikian secara detail, padahal dalilnya tidak memberikan penjelasan secara detail, maka itu adalah suatu hal yang bermasalah. 

Terdapat sebuah hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ القِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا، وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأَرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا

“Tidak ada amalan manusia yang lebih dicintai oleh Allah untuk dilakukan pada hari Nahr (Idul Adha), melebihi amalan mengalirkan darah (qurban). Karena qurbannya akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kukunya. Dan darahnya akan menetes di tempat yang Allah tentukan, sebelum darah itu menetes di tanah. Untuk itu hendaknya kalian merasa senang karenanya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Turmudzi no 1493, Ibn Majah 3126, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7523. Dalam sanad hadis ini terdapat perawi bernama Abdullah bin Nafi’ dan Sulaiman bin Yazid (Abul Mutsanna), dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya Urwah bin Zubair.

Tentang Abdullah bin Nafi’, Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyatakan,

قال يحيى عبد الله بن نافع ليس بشيء وقال النسائي متروك وقال البخاري منكر الحديث وقال أبن حبان لا يحتج بأخباره

”Yahya bin Main mengatakan, ’Abdullah bin Nafi tidak teranggap.’ Nasai menyebutnya, ’Perawi yang ditinggalkan.’ Sementara Bukhari menegaskan, ’Munkarul Hadis.’ Dan Ibnu Hibban mengatakan, ’Beritanya tidak diterima sebagai dalil.” (al-Ilal al-Mutanahiyah, 3/569).

Imam adz-Dzahabi (w. 748 H) mengatakan: “Sulaiman orang yang lemah dan sebagian ahli hadits meninggalkannya.” al-Baghawi (w. 317 H) mengatakan: “Hadits ini dinilai sangat dhaif oleh Abu Hatim.”

Dengan demikian, keterangan yang tersebar di masyarakat bahwa hewan qurban akan datang pada hari kiamat, bersama tanduk, bulu, dan kukunya adalah keterangan yang bersumber dari hadil dhaif, yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya.

Kita bisa memotivasi diri kita atau orang lain untuk berqurban, tanpa harus menyebutkan hadis yang tidak bisa dipertanggung jawabkan keshahihannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَدّثَ عَنِّي بِحَديثٍ يُــرَي أَنّه كَذِبٌ فَهو أَحَدُ الكَاذِبِين

“Barangsiapa yang menyampaikan suatu hadis dariku, sementara dia menyangka bahwasanya hadis tersebut dusta maka dia termasuk diantara salah satu pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya, 1/7).

Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin (1/9) mengatakan: “Setiap orang yang ragu terhadap hadis yang dia riwayatkan, apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif, tercakup dalam ancaman hadis ini.” (Ilmu Ushul Bida’, hlm. 160).

‎Hadits-hadits yang berkaitan dengan fadilah ‘idul adha , hadits-haditsnya ada yang lemah, lemah sekali dan ada juga yang palsu. Oleh karena itu benar sekali apa yang dikatakan oleh Ibn al-Arabi di atas.
Oleh karena itu keutamaan-keutamaan Udhiyyah dikembalikan kepada dalil-dalil keutamaan infaq/shadaqah. Karena udhiyyah itu termasuk infaq di jalan Allah swt.
Di antara ayat yang berbunyi tentang keutaman infaq adalah :
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui (QS. al-Baqarah:261)
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya (Saba: 39)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (QS. al-Baqarah: 274)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَالَ اللَّهُ أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ
dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Wahai Ibnu Adam berinfaklah, niscaya kalian juga akan diberi rezeki.” (HR. Al-Bukhari)
مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ وَلَا يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ

“Barangsiapa yang bershadaqah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kananNya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung”. (HR. Al-Bukhari)‎
Wallohul Waliyyut Taufiq Ila Sabilul Huda‎


Demikianlah Artikel Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan???

Sekianlah artikel Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan??? kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Benarkah Hewan Qurban Akan Jadi Tunggangan??? dengan alamat link https://manfaatobatini.blogspot.com/2017/01/benarkah-hewan-qurban-akan-jadi.html

Subscribe to receive free email updates: